Rabu, 04 November 2009

[fanfi] My Losing Love [5]

Posted by vinna 유라 at 01.40
NB : spesial chapter ini, ceritanya menurut sudut pandang key... :D alias key yang sedang bercerita

Ah, sebuah pertanda buruk memulai pagiku hari ini, di mana aku sudah berpacaran dengan Yunri selama enam bulan lamanya. Secara tidak sengaja, ibu menumpahkan gelasnya di handphoneku saat waktu sudah mendekati kencan yang kujanjikan dengan Yunri. Hingga akupun datang terlambat dan membuat gadisku menunggu. Aku berlari secepat mungkin yang aku mampu saat itu. Hingga aku memanggil namanya sambil mengatur nafasku kembali normal. Sekilas aku melihat raut wajahnya yang kesal namun sekarang ia mencoba menenangkan diriku. Tak ingin membuatnya menunggu lagi, aku segera mengajaknya untuk pergi ke taman bermain. Hari ini aku akan membuatnya senang seharian penuh. Agar ia juga mengenang kenangan manis akan pertemuan kami selama ini sebelum aku pergi meninggalkannya. Satu-satunya hal terberat yang harus kuhadapi saat ini. Ingin aku menghindar, namun aku harus rela untuk melepaskan dirinya nanti, atau semuanya akan terlambat. Karena aku bukanlah laki-laki yang pantas untuk bersamanya. Kelak ia akan semakin terluka jika mengetahui kenyataan yang ada.
Aku mengajaknya untuk bermain hampir di seluruh wahana yang tersedia di taman bermain. Tawa dan raut bahagianya selalu menyemangatiku dalam menghadapi tantangan hidup.
Setelah puas bermain, aku mengajaknya untuk makan siang. Selesai makan siang, aku kembali mengajaknya untuk berjalan-jalan sambil melihat handphone-handphone baru. Kugandeng tangannya selama yang aku mampu. Hingga tidak terasa dewi malam telah menampakkan dirinya di luar sana.
"Yunri, apakah kau senang hari ini?" kucoba menanyakan hal ini sebelum semuanya akan berakhir.
"Tentu saja senang, apa kamu tidak senang hari ini?"
"Tidak mungkin jika aku berkata tidak."
Senyum di bibirnya membuat hatiku semakin perih. Aku sudah tidak kuat lagi untuk menahannya. Kuraih kembali lengannya dengan erat, sebelum ia pergi dariku kali ini. Kukumpulkan semua keberanian yang aku punya. Perlahan, ku dekati wajahnya. Nafasnya terasa begitu hangat di antara dinginnya angin malam yang menghembus. Tapi itu tak menghalangi niatku untuk memberinya sebuah ciuman perpisahan. Bibirnya yang begitu lembut dan sedikit lembab hendak meracuni tubuhku dengan kekuatan cintanya. Saat kulepas bibirku, tiba-tiba air mata jatuh membasahi pipinya. Seolah-olah ia telah mengetahui hal buruk yang akan terjadi pada dirinya dan juga diriku. Kucoba untuk menghapus air matanya sebelum mengalir lebih deras lagi. Aku tidak ingin mengucapkan hal ini. Tapi sekali lagi, aku harus segera melakukannya atau kata terlambat itu tiba.
"Yunri, maafkan aku. Aku akan selalu mencintaimu dan kau akan selalu ada di hatiku sampai kapanpun. Namun saat ini aku harus pergi meninggalkanmu. Rasanya bukan diriku yang pantas berada di sampingmu saat ini. Maafkan aku, i will always loves you."
Aku tidak berani untuk menatap wajahnya lagi. Perlahan langkahku berjalan mundur hingga aku berusaha lari secepat mungkin. Aku sangat ingin memeluknya sekali lagi, namun aku tidak bisa. Inginku berlari sejauh mungkin, di mana bumi ini dapat menenggalmkanku. Sampai tidak terasa jika aku sudah berlari hingga sebuah taman. Kuamati sekelilingku. Sepi, tidak begitu banyak orang. Tapi tiba-tiba aku menemukan sosok yang tidak asing lagi bagiku. Jonghyun, seorang sahabat yang kukenal sejak beberapa tahun silam. Ia sedang duduk di bangku taman sambil bercakap dengan seorang perempuan. Tampak obrolan mereka yang serius. Sebenarnya aku tak ingin mengganggu suasana mereka berdua, hingga kuputuskan untuk tetap menunggu Jonghyun sambil terus menatapnya dari kejauhan, berharap ia segera menyadari keberadaanku. Hingga sepuluh menit aku menunggu, akhirnya ia menolehkan kepalanya kepadaku.
"Key, kemarilah," panggilnya padaku. Aku berjalan menuju arahnya, sementara gadis itu melangkah pergi sambil tersenyum melepas genggaman Jonghyun.
"Apakah aku tidak mengganggu kalian?"
"Tidak, tidak apa-apa. Minhyo akan segera mengerti tentang persahabatan kita."
"Baiklah."
"Apa yang ingin kau bicarakan saat ini? Wajahmu terlihat begitu pucat. Apakah ada sesuatu yang salah pada dirimu sekarang?"
Aku terdiam sejenak. Sulit untuk mengatakannya karena aku belum siap menghadapi ini.
"Aku pergi meninggalkan Yunri." Mataku terasa begitu berat. Air mata terasa ingin tumpah tapi aku berusaha untuk menahannya.
"Apa yang sedang kau pikirkan Key? Mengapa kau tinggalkan dirinya begitu saja? Kau tidak ingat, berapa lama kamu menunggu dirinya kembali padamu? Delapan tahun! Kau tahu, delapan tahun bukanlah waktu yang singkat bagiku dan bagi semua orang," aku mendengar dengan jelas kalimat-kalimat kesalnya. Tentu saja ia ikut merasakan kekecewaan atas kesedihanku ini.
"Kau tidak tahu bukan, penyebab kematian kedua orangtua Yunri?"
"Karena kecelakaan?" jawabnya begitu singkat.
"Apakah kau tahu penyebab sebenarnya?"
Jonghyun sama sekali tidak menjawab sepatah katapun dan memalingkan wajahnya dari hadapanku.
"Kau tahu delapan tahun yang lalu, saat Yunri hendak membelikan hadiah ulang tahun untukku. Ayah dan ibunya yang sedang berada di sisi lain jalan raya, tepat di seberang Yunri. Saat mereka berdua akan menyusul Yunri dan menyeberangi jalan, tiba-tiba sebuah truk melintas dengan cepat dan menabrak kedua orangtuanya. Yunri menyaksikan jelas kecelakaan itu dengan kedua matanya. Saat itu juga, ia jatuh pingsan karena dirinya belum siap menghadapi kenyataan. Tapi kau tahu, saat ia tersadar, ia telah kehilangan semua ingatannya." Kenangan masa lalu yang sebenarnya ingin aku kubur dalam-dalam.
"Termasuk ingatannya saat bersamamu?"
"Iya. Amnesia. Hingga saat ini Yunri tak tahu jika dirinya menderita amnesia. Taemin dan Minho sengaja melakukan hal ini agar Yunri tidak merasakan sakit yang sama. Seandainya Yunri tidak perlu membelikanku hadiah saat itu, mungkin ia tak perlu kehilangan kedua orangtuanya.."
Jonghyun lantas hanya terdiam dan menepuk pundakku. Kurasa sebagai sahabat yang baik ia pasti dapat memahami kesedihan yang telah kupendam selama delapan tahun ini. Aku dapat mengingat dengan jelas tawa dan senyumnya saat masih kecil. Dialah yang selalu memberiku semangat ketika teman-teman sekelas membuat hatiku jengkel. Yunri juga yang tak pernah lupa memberiku tepuk tangan dan pujian tiap aku menyanyikan sebuah lagu. Kucoba untuk membuka kembali lembar-lembar ingatan yang masih tersisa saat pertemuan terakhir kami.

-----------------

Delapan tahun silam. Seakan sudah menjadi takdirku untuk bertemu dengan seorang anak perempuan yang masih begitu polos. Aku menemuinya di lapangan bermain dekat rumahku, yang ternyata dia juga mempunya kedua orang kakak yang salah satu di antaranya sebaya denganku. Namun aku hanya ingin mendekati si bungsu. Hingga ku beranikan diri untuk menegur sapa dirinya yang sedang bermain ayunan.
"Hai," tampaknya dia begitu terkejut dan sedikit ketakutan.
"Bolehkah kita berkenalan?" kujulurkan tangan kananku untuk mengajaknya berjabat tangan, sedangkan tangan kiri ku masih membawa sebuah bola.
"Ehm, Lee Yunri," ucapnya dengan sedikit malu-malu.
"Kim Kibum. Hei, maukah jika aku membantumu mendorong ayunan ini?"
"Boleh," seketika itu juga wajahnya berubah menjadi lebih cerah. Kami tertawa bersama dan merasa senang. Dan kami berjanji agar selalu bermain bersama. Sifatnya yang ceria dan ramah seakan mengubah warna hidupku. Dia selalu mencoba menghiburku dengan menggambarkan karakter-karakter yang unik. Hingga suatu saat, untuk pertama kalinya aku ingin menunjukka kemampuanyang sudah lama kusembunyikan dari semua orang termasuk anggota keluargaku. Menyanyi, kucoba menyanyikan sebuah lagu untuknya dan saat lagu itu selesai, kutunggu tanggapannya tentang nyanyian pertamaku itu.
"Wah, suara yang sangat indah! Aku sangat menyukainya!"
Aku tidak berpikir sebelumnya jika Yunri akan langsung menyukai nyanyianku.
"Benarkah? Apa kau tidak berbohong padaku?"
"Iya, aku sama sekali tidak bohong. Kalau sudah besar, kamu harus menjadi penyanyi terkenal."
"Kenapa?"
"Supaya semua orang tahu suaramu yang merdu itu."
"Kalau aku mempunyai cita-cita yang lain?"
"Kamu tetap harus menjadi penyanyi," ucapnya dengan sedikit keras.
"Baiklah-baiklah, aku akan menadi penyanyi. Tapi beritahu dulu apa cita-citamu padaku."
Sejenak, dia berpikir untuk menjawab pertanyaanku barusan.
"Mungkin aku ingin menjadi istri Kibum," ia menatap wajahku dengan senyum yang paling manis yang pernah kulihat. Membuat perasaan senangku semakin campur aduk.
"Tetapi, kalau aku menjadi suami Yunri, apakah aku masih bisa menjadi seorang penyanyi?"
"Tentu saja bisa."
Dia memang benar-benar menginginkanku untuk menjadi penyanyi. Dan mulai detik itulah aku memutuskan untuk menjadi penyanyi saat dewasa kelak.
"Kibum.."
"Ya?"
"Sebentar lagi kamu ingin kado ulang tahun apa?"
"Sebenarnya bukan barang yang mahal, tapi aku benar-benar menginginkan tas baru untuk sekolah."
"Baiklah."
"Ada apa?"
"Aku akan membelikan tas baru untuk ulang tahunmu nanti."
Aku begitu menyukai sifatnya yang polos. Senyumnya selalu menghibur di kala perasaanku sedang kacau.

to be continued...

0 comments on "[fanfi] My Losing Love [5]"

Posting Komentar

 

pinna♥world Copyright 2009 Sweet Cupcake Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez